Pages

Subscribe:

W E L C O M E

W  E  L  C  O  M  E

Labels

Dunia Kampus

Selasa, 01 November 2011

Sejarah TQM

BAB I
Pendahuluan
A.   Latar Belakang
Asal-usul Total Quality Management atau TQM bermula dari pendekatan W. Edwards Deming terhadap manajemen. Pendekatan ini diperkenalkan ke dalam industri Jepang di tahun 1950 dengan banyak keberhasilan. Implementasi TQM di Barat selama tahun 1980-an tidak pernah cukup efektif. Abad ke-21 menawarkan berbagai tantangan baru tapi daya tarik TQM tetap kuat. Variasi pada metodologi TQM adalah perbaikan/peningkatan berkelanjutan (Continuous Improvement), Manajemen Just-I-Time dan pendekatan Kanban.
Semua metodologi ini terfokus pada penyediaan kualitas barang dan jasa. Semua pelanggan terfokus, dan produksi dioptimalkan melalui kerja tim, kepemimpinan dan pengukuran statistik.
Fokus utama Total Quality Management dan pendekatan terkait berada/terfokus pada pelanggan. Pelanggan adalah alasan untuk sebuah bisnis tetap ada, dan dengan mengarahkan setiap operasi bisnis terhadap hasil pelanggan dalam hal produk yang berkualitas dan tingkat cacat yang rendah.
Tidak terlepas dari dunia kesehatan, Terselenggaranya pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan merata untuk seluruh masyarakat merupakan keinginan yang menjadi landasan pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia.
Pembangunan kesehatan di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu harus diakui relatif berhasil, terutama pembangunan infra struktur pelayanan kesehatan yang telah menyentuh sebagian besar wilayah kecamatan dan pedesaan. Namun keberhasilan yang sudah dicapai belum dapat menuntaskan.problem kesehatan masyarakat secara menyeluruh, bahkan sebaliknya tantangan sektor kesehatan cenderung semakin meningkat.
            Terlihat Total Quality Management ini berjalan tidak selalu diatas angin. Ada saat TQM itu baik dan adapula diluar dari rencana. Oleh karena itu, makalah ini mengulas mengenai sejarah dan perkembangan yang terjadi terkait tentang Total Quality Management.

B.   Rumusan Masalah
1.    Bagaimana sejarah dan perkembangan Total Quality Management (TQM)?
2.    Siapa sajakah tokoh-tokoh mutu konsep TQM?
3.    Bagaimana implementasi TQM terhadap dunia pendidikan dan kesehatan?
4.    Apakah yang menjadi kelebihan dan kekurangan dari konsep TQM ?

C.   Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1.    Sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai sejauh mana sejarah dan perkembangan Total Quality Management hingga saat ini
2.    Memenuhi salah satu tugas kelompok dari matakuliah mutu manajemen terpadu.
3.    Serta, sebagai jalan untuk menambah wawasan para pembaca. Khususnya bagi kami sebagai penyusun makalah ini.

D.   Metode Penulisan
Penyusunan laporan ini mempergunakan metode pencarian lewat situs-situs di internet.








BAB II
PEMBAHASAN
A.   Perkembangan Mutu TQM
1.Era Tanpa Mutu
Era ini dimulai sebelum abad ke-18, dimana produk yang dibuat tidak memperhatikan mutu. Kondisi ini mungkin terjadi jika perusahaan tersebut tidak memiliki pesaing ( monopoli ).
2.Era Inspeksi
Pada zaman ini, mutu hanya melekat pada produk akhir. Dengan kata lain, masalah mutu hanya berkaitan dengan produk yang rusak atau cacat. Zaman ini berlangsung di negara Barat sekitar tahun 1800-an, dimana produsen mulai mendapatkan pesaing dan produksi yang digunakan adalah produksi massal. Pemilihan terhadap produk akhir dilakukan dengan melakukan inspeksi. Perhatian produsen terhadap mutu sangat terbatas. Manajemen puncak sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap kualitas produk, dan tanggung jawab terhadap produk didelegasikan pada departemen inspeksi/operasi dengan titik berat pada produk akhir sebelum dilepas ke konsumen sehingga perbaikan terjadi ketika kesalahan telah terjadi.
3.Era Statistical Quality Control
Era ini dimulai pada tahun 1930 yang diperkenalkan oleh Walter A. Shewart. Jika pada zaman inspeksi terjadi penyimpangan atribut produk yang dihasilkan dari atribut standar ( terjadi cacat ), departemen tersebut tidak dapat mendeteksi apakah penyimpangan tersebut disebabkan karena kesalahan pada produksi atau hanya karena kebetulan. Dengan demikian, informasi yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap produksi untuk mencegah hal serupa. Tetapi pada statistical quality control, departemen inspeksi dilengkapi dengan alat dan metode statistic dalam mendeteksi adanya penyimpangan yang terjadi dalam produk yang dihasilkan selama proses produksi. Data penyimpangan tersebut dapat diberitahukan kepada departemen produksi sebagai dasar diadakannya perbaikan terhadap proses dan system yang digunakan untuk mengolah produk. Para era ini, deteksi penyimpangan signifikan secara statistic sudah mulai dilakukan sehingga kualitas produk sudah mulai dikendalikan departemen produksi. Akan tetapi konsep kualitas masih terbatas pada atribut yang melekat pada produk yang sedang dan telah diproduksi.
4.Era Quality Assurace
Di era ini, konsep mutu mengalami perluasan. Jika dulu hanya terbatas pada tahap produksi kini mulai merambah ke tahap desain dan koordinasi dengan departemen jasa ( seperti bengkel, energy, perencanaan dan pengendalian produksi, serta pergudangan ). Keterlibatan manajemen dalam penanganan mutu produk mulai disadari pentingnya karena keterlibatan pemasok dalam penentuan mutu produk memerlukan koordinasi dan kebijakan manajemen. Pada zaman ini mulai diperkenalkan konsep mengenai biaya mutu, yaitu pengeluaran akan dapat dikurangi jika manajemen meningkatkan aktifitas pencegahan yang merupakan hal yang lebih penting daripada upaya perbaikan mutu atas penyimpangan yang sudah terlanjur terjadi.
5.Era Strategis Quality Management / Total Quality Management
Banyak yang beranggapan bahwa TQM berasal dari Jepang, mengingat konsep TQM banyak dipengaruhi perkembangan-perkembangan di Jepang. Kekalahan Jepang pada perang dunia II, membangkitkan budaya Jepang dalam membangun sistem kualitas modern. Hadirnya pakar kualitas W. Edward Deming di Jepang pada tahun 1950 membuat para ilmuwan dan insinyur Jepang lebih bersemangat dalam membangun dan memperbaiki sistem kualitas. Keberhasilan yang cukup pesat perusahaan Jepang di bidang kualitas men jadi perhatian perusahaan-perusahaan di negara maju lainnya. Perusahaan kelas dunia kemudian mempelajari apa yang pemah diraih oleh perusahaan Jepang dalam mengembangkan konsep kualitas. Hasil studi perusahaan-perusahaan industri kelas dunia ini menunjukkan bahwa keberhasilan perusahaan Jepang ini salah satunya menerapkan apa yang dikenal dengan Total Quality Management (TQM).
6. Era Gugus Kendali Mutu/Quality Control Circle
Tahun 1961 sampai sekarang dikatakan sebagai periode pemantapan dan pengembangan (New Quality Creation). Pada tahun 1962, Prof. DR. Kaoru Ishikawa memperkenalkan Gugus Kendali Mutu (Quality Control Circle). TQM sangat mengutamakan adanya Gugus Kendali Mutu ( Quality Control Circle ),yaitu sebuah mekanisme dan dinamika yang menjamin adanya evaluasi terhadap berbagai hasil yang diperoleh secara kontinyu, dalam sebuah kelompok. Setiap anggota kelompok melakukan hal tersebut dengan motivasi dan kesadaran yang mendalam akan tanggung jawabnya sebagi anggota organisasi, yang hidup matinya tergantung dari kondisi orgnasasi tempat ia bekerja tersebut.

B.   Sejarah Singkat Perkembangan TQM
TQM bermula di AS selama PD II, ketika ahli statistik AS W.Edward Deming menolong para insinyur dan teknisi untuk menggunakan teori statistik untuk memperbaiki kualitas produksi. Setelah perang, teorinya banyak diremehkan oleh perusahaan Amerika.
Kemudian Deming pergi ke Jepang, dimana dia mengajarkan pemimpin bisnis top pada Statistical Quality Control, mengajarkan mereka dapat membangun negaranya jika mengikuti nasehatnya. TQM muncul sebagai respon pada kesulitan membaurkan pendekatan kualitas teknis dengan tenaga kerja yang berkembang pesat tak terlatih atau semi terlatih saat dan setelah PD 2. Meskipun banyak dari ide tersebut berawal di AS namun sebagian besar perusahaan Jepanglah yang mengimplementasikannya dan memperbaikinya dari 1950an.
Seperti halnya pendekatan kualitas teknis, TQM juga menekankan pada pentingnya input namun mengembangkannya dari kompetensi teknis ke juga termasuk pentingnya motivasi orang dan kemampuannya untuk bekerja dalam tim dalam rangka memecahkan persoalan.
Sebagai tambahan TQM berfokus pada pentingnya proses bisnis yang baik terutama satu pola yang mengurangi hambatan dari batasan internal— dan mengerti kebutuhan detail pelanggan sehingga kebutuhan mereka dapat sepenuhnya tercapai.
Keperluan-keperluan ini sejauh ini mencapai tahap dimana TQM menjadi pemikiran terbaik sebagai filosofi manajemen umum daripada pendekatan tertentu untuk kualitas. Dalil TQM telah digunakan oleh  European Foundation for Quality Management (EFQM) yang dimodelkan pada penghargaan  Malcolm Baldrige Quality Award (MBQA) dari AS dan pendahulunya Deming Prize di Jepang.
Evolusi gerakan total quality management (TQM) dimulai dari masa studi waktu dan gerak oleh bapak manajemen ilmiah Frederick Taylor pada tahun 1920, dengan mengangkat aspek yang paling fundamental dari manajemen ilmiah, yaitu adanya pemisahan antara perencanaan dan pelaksanaan.
Landasan TQM adalah statistical process control (SPC) yang merupakan model manajemen manufactur, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Edward Deming dan Joseph Juran sesudah PD II guna membantu bangsa Jepang membangun kembali infrastruktur negaranya. Ajaran Deming dan Juran itu berkembang terus hingga kemudian dinamakan TQM oleh US Navy pada tahun 1985. Kita ketahui bahwa TQM terus mengalami evolusi, menjadi semakin matang dan mengalami diversifikasi untuk aplikasi di bidang manufactur, industri jasa, kesehatan, dan dewasa ini juga di bidang pendidikan.
Oleh karena itu mengikuti ajaran Deming, Juran dan Philip Crosby dalam mengimplementasikan TQM memang perlu, tetapi belumlah cukup. Sebab TQM terus mengalami evolusi, maka untuk menghayati state-of-the-art TQM perlu diketahui juga kontribusi bidang manajemen dan organizational effectiveness dalam membangun TQM sebagai dimensi yang lain. Kontribusi bidang tersebut merupakan satu dimensi tersendiri yang dapat disebut sebagai akar TQM, antara lain terdiri dari group dynamics, organization development (OD), sosiotechnical system dan lain-lain. TQM yang dikenal sekarang ini banyak berbeda tekniknya dengan apa yang dikembangkan di Jepang pada tahun 1950-an dan yang pertama-tama dikembangkan di Amerika pada tahun 1980-an. Penerapan TQM di berbagaii bidang membutuhkan kerangka sendiri dalam manajemen kualitas.
C.   Tokoh-Tokoh Mutu Konsep TQM
Untuk bisa menghasilkan  mutu, menurut Slamet (1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga
penghasil produk/jasa, yaitu:
1.    Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win solution) dan bukansituasi  “kalah-menang”  diantara  fihak yang berkepentingan dengan lembaga  penghasil produk/jasa (stakeholders) . Dalam hal ini terutama antara pimpinan/pemilik lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa yang dihasilkan oleh lembaga tersebut.
2.    Perlunya ditumbuh-kembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu produk/jasa. Setiap orang harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya  mencapai mutu tertentu yang meningkat  terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan pengguna/langganan.
3.    Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. Penerapan TQM bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang yang konsisten dan terus menerus.
4.    Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil produksi/jasa.  Janganlah diantara mereka terjadi persaingan yang mengganggu proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan produk/jasa yang bermutu sesuai yang diharapkan.

Cara lain untuk  mencapaikan suatu mutu dari produk/jasa, menurut  Edward Deming yaitu merumuskan konsep TQM dalam 14 poin penting, yang kemudian terkenal dengan konsep 14 poin deming, sebagai berikut :
1.    Ciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa. dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan. Demingpercaya bahwa terlalu banyak organisasi yang hanya memiliki tujuan jangkapendek dan tidak melihat apa yang akan terjadi pada 20 atau 30 tahunmendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka panjang yang didasarkanpada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus terus menerus berusahamemenuhi kebutuhan pelanggan mereka.
2.    Adopsi falsafah baru. Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jikamereka terus mempertahankan penundaan waktu. kesalahan, bahan-bahancacat dan produk yang jelek. Mereka harus membuat perubahan danmengadopsi metode kerja yang baru.
3.    Hindari ketergantungan pada inspeksi massa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidakakan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda tidak dapat menginspeksi mutu kedalam produk. Deming berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan tentang ala-talat statistik dan teknik-teknik yangdibutuhkan mereka untuk mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri.
4.    Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga. Menurut Deming harga tidakmemiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual. Praktek kontrak yang hanyacenderung pada harga yang murah dapat menggiring pada kesalahan yangmahal. Metode yang ditawarkan mutu terpadu adalah mengembangkan hubungandekat dan berjangka panjang dengan pensuplai, dan sebaiknya pensuplai tunggal,dan bekerjasama dengan mereka dalam mutu komponen.
5.    Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa, untuk meningkatkan mutudan produktivitas. dan selanjutnya turunkan biaya secara konstan. Ini merupakantugas manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin bahwaada proses perbaikan yang berkelanjutan.
6.    Lembagakan pelatihan kerja. Pemborosan terbesar dalam sebuah organisasiadalah kekeliruan menggunakan keahlian orang-orangnya secara tepat.Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja adalah penting, namun yanglebih penting lagi adalah melatih dengan standar terbaik dalam kerja. Pelatihanadalah alat kuat dan tepat untuk perbaikan mutu.
7.    Lembagakan kepemimpinan. Deming mengatakan bahwa kerja manajemenbukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal tersebut adalahberubah dari manajemen tradisional yang selalu memperhatikan hasil -indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan penilaian- menuju peranan kepemimpinan yangmendorong peningkatan proses produksi barang dan jasa yang lebih baik.
8.    Hilangkan rasa takut, agar setiap orang dapat bekerja secara etektit. Keamananada/ah basis motivasi yang dibutuhkan para pegawai. Deming yakin bahwa padahakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja dengan baik asalkan merekabeke~a da/am /ingkungan yang mampu mendorong semangat mereka.
9.    Uraikan kendala-kenda/a antar departemen. Orang dalam departemen yangberbeda harus dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim. Organisasi tidakdiperkenankan untuk memiliki unit atau departemen yang mendorong pada arahyang berbeda.
10. Hilangkan slogan-slogan dan keharusan-keharusan kepada staf. Hal seperti itu biasanya hanya akan menimbulkan hubungan yang tidak baik antara atasan dan bawahan; atau  lebih jauh akan menjadi penyebab rendahnya mutu dan produktivitas pada sisten organisasi; bawahan hanya bekerja sekedar memenuhi keharusan saja.
11. Hilangkan  kuota atau target-target kuantitatif belaka. Bekerja dengan  menekankan pada target kuantitatif sering melupakan kualitas.
12. Singkirkan penghalang yang merebut/merampas hak para pimpinan dan pelaksana untuk bangga dengan hasil kerjanya masing-masing.
13. Lembagakan program pendidikan dan pelatihan untuk pengem-bangan diri bagi semua orang dalam lembaga. Setiap orang harus sadar bahwa sebagai profesional harus selalu meningkatkan kemampuan dirinya, dan
14. Libatkan semua orang dalam lembaga ikut dalam proses transformasi menuju peningkatan mutu.  Ciptakan struktur yang memungkinkan  semua orang  bisa ikut serta  dalam usaha  memperbaiki mutu produk/jasa yang diusahakan.

Pendapat lain tentang bagiamana mencapai  mutu yaitu dari  Philip Crosby ( Salis, 1993), bahwa terdapat 14  langkah, meliputi:
1.    Komitmen pada pimpinan. Inisiatif pencapaian mutu pada umumnya  oleh pimpinan dan dikomunikasikan sebagai kebijakan secara jelas dan dimengerti oleh seluruh unsur pelaksana lembaga.
2.    Bentuk tim perbaikan mutu yang  bertugas merumuskan dan  mengendalikan program peningkatan mutu.
3.    Buatlah pengukuran mutu, dengan cara  tentukan baseline data saat program peningkatan mutu  dimulai, dan  tentukan standar  mutu yang diinginkan sebagai patokan.  Dalam penentuan standar mutu libatkanlah pelanggan agar dapat diketahui harapan dan kebutuhan mereka.
4.    Menghitung biaya mutu. Setiap mutu dari suatu produk/jasa dihitung termasuk didalamnya  antara lain: kalau terjadi pengulangan pekerjaan jika terjadi kesalahan, inspeksi/supervisi, dan test/ percobaan.
5.    Membangkitkan kesadaran akan mutu bagi setiap orang yang terlibat dalam proses produksi/jasa dalam lembaga.
6.    Melakukan tindakan perbaikan. Untuk ini perlu  metodologi yang sistematis agar tindakan yang dilakukan cocok dengan penyelesaian masalah yang dihadapi, dan karenanya perlu dibuat suatu seri tugas-tugas tim dalam agenda yang cermat.  Selama pelaksanaan sebaiknya dilakukan pertemuan regular agar didapat feed back  dari mereka.
7.    Lakukan perencanaan kerja tanpa cacat (zero deffect planning) dari pimpinan sampai pada seluruh staf pelaksana.
8.    Adakan pelatihan pada tingkat pimpinan (supervisor training) untuk mengetahui peranan mereka masing-masing dalam proses pencapaian mutu, teristimewa bagi pimpinan tingkat menengah. Lebih lanjut juga bagi pimpinan tingkat bawah dan pelaksananya.
9.    Adakan hari tanpa cacat, untuk menciptakan komitmen dan kesadaran tentang pentingnya pengembangan staf.
10. Goal Setting. Setiap tim/bagian merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan tepat  dan harus dapat diukur keberhasilannya.
11. Berusaha menghilangkan penyebab kesalahan . Ini berarti sekaligus melakukan usaha perbaikan. Salah satu dari usaha ini adalah adanya kesempatan staf mengkomunikasikan kepada atasannya  mana diantara pekerjaannya yang sulit dilakukan.
12. Harus ada pengakuan atas prestasi (recognition) bukan berupa uang, tapi misalnya  penghargaan  atau sertifikat dan lainnya sejenis. 
13. Bentuk suatu Komisi Mutu, yang secara profesional akan merencanakan usaha-usaha perbaikan mutu dan menonetor secara berkelanjutan, dan
14. Lakukan berulangkali, karena program mencapai mutu tak pernah akan berakir.
Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep : “pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda-beda”.
D.   Perbedaan pendekatan manajemen TQM dan manajemen tradisional
Pendekatan TQM (Sekarang)
Pendekatan Manajemen Tradisional (dulu)
1.    TQM  Menekan  terhadap pelanggan dibandingkan    elemen yang  lain  dalam  perusahaan, 
2.    Tujuan  usaha-usaha  dalam TQM  adalah  untuk  memuaskan  pelanggan  tanpa  memandang pelanggan internal dan ekternal

3.    TQM  memandang  bahwa  mutu  diciptakan  bersifat  multi dimensional. Mutu  itu didefinisikan dengan berbagai  cara.  Mutu  adalah  apa  yang  dikatakan  kastemer.  Walaupun pelanggan  itu  berbeda  satu  sama  lain  adalah  salah menganggap bahwa setiap pelanggan akan mewakili semua pelanggan  lebih  jauh  persepsi  mutu  berubah  dengan  sifat produk  dan  jasa;  Untuk  memecahkan  masalah  ini  mutu perlu di rasakan dengan berbagai dimensi. Menurut Garfin (1994)  ada  8  dimensi  pelanggan  yang  berorientasi muicirikan  otu  yaitu:  kinerja,  cirri  has,  realibilitas, kesesuaian  barang,  jangka  waktu,  jasa  astetika,  dan  mutu kualitas,  Dalam  TQM    waktu  ekonomi  efesien  dan menggunakan  skop  yang  luas,  cepat  merespon  keinginan pelanggan.

4.    Bertujuan  menggunaakan  industry  sebagai  sumber  yang dapat  menciptakan  nilai  dalam  pasar.  Hal  ini  dapat  dicapai dengan  memproduksi  kuantitas  yang  dibutuhkan  oleh pelanggan  dengan  penyaluran  yang  tepat  ketika  mereka mengingankan  barang  itu  dengan  cepat.  Dalam  TQM  mutu,  fleksibilitas  dan  jsa  adalah  tujuan  dominan  pada tempat  yang  sama,  biaya,  efisiensi  teknik,    sebahagian produktifitas

5.    Menciptakan hubungnan tujuan langsung antara pelanggan, TQM  menekankan  pada  flesibilitas  keterampilan  multi yang  dapat  pindah  dengan  mudah  dari  pekerjaan  satu keperkejaan  lain  ketikan  kebutuhan  itu  muncul  dan memahami pekerjaan.  

6.    TQM  adalah  sebuah  pendekatan  yang  berorientasi  proses, pendekatan  ini  berkosentrasi  terhadap  perbaikan  proses mutu  yang  ada  secara  terus  menerus Sedangkan berfokus  hasil  dari  pendekatan  oreientasi  tersebut  berfkokus  pada untuk memperbaiki efisiensi dan produktifitas.

7.    TQM  menciptakan  sebuah  budaya  jaringan  antar  fungsi, dengan  demikian  team  dari  disiplin  yang  berbeda  dapat bersama-sama mencari solusi untuk setiap permasalahan

8.    TQM  lebih  menuju  suatu  struktur  organisasi  yang  rata dimana atasan didorong sejauh mungkin untuk mendorong para pegawai untuk ikut berpatisipasi.

9.    TQM  berpindah  mandangan  dari  majemen  ke  ekologi sosial  dan  menekakan  keuntungan  dari  strategi  kolektif pada  situasi  diamana  organisasi  menghadapi  sekumpulan permaasalahan  sediperti  kopetisi  dan  bertahan  di  pangsa pasar


1.    Pelanggan  selalu  benar;  walaupun pendekatan  manajemen  mengganggap pelanggan  itu  selalu  benar  tetapi  tidak mungkin dilihat didalam tindakan 
2.    Tujuan  umum  adalah  pertumbuhan seperti  pertumbuhan  dalam  penjualan, dalam  lebih jauh keuntungan  dalam pemasukan investasi
3.    Tradidisional  manajemen mengabaikan  dimensi  pelanggan  yang berorientasi  mutu.  Tradisional manajemen  berfokus  pada    mutu sebagai  satu  dimensi  ,  dan  Dimensi isesuaikan degan spesifikasinya ekonomi
4.    Skala  ekonomi  dilihat    sebagai  tujuan yang  yang  diinginkan  dan di karakterisasikan  lamanya  produksi, menggunakan  biaya  yang  rendah  sulit mencapai efisiensi yang maksimal.
5.    Volume  produk  yang  tinggi  sangat diinginkan  biaya  produk  dan  biaya diskoveri didasarkan pada pendekatan -pendekatan  yang  tadi.  Industri memperhatikan  produksi menggunakan biaya sedikit mungkin
6.    Dalam  tradisional  manajemen  pekerja harus bekerja, manejer harus memenej, tanggung  jawab  mutu  didelegasikan pada  departemen  control  mutu. Keterlibatan  pegawai  itu  hanya sebagai basa basi saja.
7.    Dicirikan kuatnya divisi pekerja.
8.    Menggunakan  inovasi  teknik  untuk mencapai  sebuah  daya  saing  yang kecil.
9.    Mengajukan  organisasi  yang  bersuifat hirarki dan struktur vertical.
10. Memberikan  banyak  lapisan-lapisan penguasa 
 
PERBEDAAN ANTARA PENDEKATAN TQM DAN PENDEKATAN TRADISIONAL
No
Dimensi/Simbol/ Karakteristik/ kategori
Pendekatan TQM
Pendekatan Manajemen Tradisional
1
Sikap  dan pemahaman Manajemen

Pertimbangan Manajemen  Berkwalitas sebagai  sistem    yang  penting  bagian  dari perusahaan.
Tidak  (ada)  ganti-rugi  untuk  mutu.  Cenderung
untuk  menyalahkan  departemen  kwalitas  untuk permasalahan kwalitas.

2
Statatus  organisasi
berkualitas

Komitmen  pemimpin  yang  kuat  terhadap
mutu.Manajer berkwalitas di atas para direktur.

Pertimbangkan mutu tersembunyi memproduksi.
Mutu  tidaklah  diperlakukan  sebagai  bagian integral organisasi

3
Penyampain masalah

Penekanan pemecahan  masalah  sebagai pencegahan.  Pendekatan  struktur  sebagai  cara mengidentifikasi dan memecahkan masalah.

Permasalahan  dilancarkan  ketika  mendekati terjadi api perkelahian antar mereka

Cara  peningkatan mutu

Peningkatan berkwalitas adalah suatu aktivitas berkelanjutan

Tidak ada aktivitas organisatoris.
5
Perioritas
Mutu adalah prioritas paling atas
Prioritas yang pertama adalah untuk beruntung

6
Focus
Musatkan pada  kepuasan pelanggan
Musatkan pada  kebutuhan manajemen.
7
Organisasi
Jaringan ke seluruh sistem dan di antara  setiap
fungsi/bagian
Hierarchical-Vertically (jaringan secara vertical)

8
Jenjang pengawasan
Jenjang  pengawasan  hampir  sebagian    besar dengan  otoritas    menekan  kepada  tingkatan yang paling rendah.

Kendali  Jenjang  pendek  dan  banyak  lapisan otoritas.


9
Jadwal produksi
Ekonomi  ke  waktu,  just-in-time  produksi, pelanggan cepat.


Rindukan produksi berlari untuk efisiensi tinggi dan biaya rendah

10
Komunikasi
 Disampaikan melalui tindakan
Disampaikan melaui semboyan
11
Tanggung  jawab
untuk yang bermutu

Melalui  manajemen puncak.

Didelegasikan kepara bawahan/subbagian.

12
Persepsi  tentang
mutu

Mutu  dipertimbangkan  multi  dimensional  dan
dimensi pelanggan diorientasikan

Mutu  digambarkan  dalam  kaitan  dengan dimensi  tunggal,  yang    conformance  kespesifikasi

13
Karyawan
Pemberi  kerja  termotivasi  dan  diberi  peran penting  dengan  mengabaikan  tingkatan  untuk temukan jalan lebih baik untuk bekerja

Menekankan  pada    pola  teladan  pekerjaan monolitis.  Peluang  untuk  keikutsertaan  tidak ada.

14
Motivasi kerja
Multi  pekerjaan  trampil    dengan  rotasi pekerjaan.

Penekanan pada pembagian kerja.

15
Hubungan  mutu-produktivitas
Pertimbangkan  korelasi  tinggi  antara  kedua hubungan tersebut.

Kontribusi  berkwalitas  meningkatkan produktivitas yang tidak dikenali

16
Cara  peningkatan
mutu

Ubah  kultur  perseroan/  perusahaan, meningkatkan  pendidikan  karyawan,penggunaan pengawasan proses.

Peningkatan di dalam pemeriksaan dan peneraan

17
Kunci  menuju sakses perusahaan

Kepuasan  Pelanggan  Dan  Produksi  tentang
jasa dan barang-barang mutu tinggi.

Pertumbuhan di dalam penjualan, laba dan rasio


E.   Implemetasi Total Quality Mangement dalam Dunia Pendidikan dan Kesehatan
1.    Total Quality Management dalam dunia pendidikan
Salah satu masalah penting di dalam dunia pendidikan adalah masih rendahnya mutu keluarannya. Indikator yang menjadi acuan untuk menguatkan pernyataan tersebut adalah Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang secara umum belum terlalu menggembirakan.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan telah lama diangkat oleh pemerintah sebagai salah satu kebijaksanaan pembangunan pendidikan, dengan membuat empat kebijaksanaan strategis yang terdiri atas perluasan kesempatan belajar, meningkatkan mutu pendidikan, peningkatan relevansi, serta efisiensi, dan efektivitas penyelenggara pendidikan. Kemudian mengadakan serangkaian kegiatan penataran guru, pembentukan Musyawarah Guru Mata Pelajaran Sejenis (MGMP), didirikannya Pusat Kegiatan Guru (PKG), Lembaga Balai Penataran Guru (BPG) dan lain sebagainya. Namun tidak serta merta persoalan tersebut bisa terselesaikan.
Menurut Slamet PH (2000), sumber penyebab rendahnya kualitas pendidikan tersebut adalah aspek pengelolaan atau manajemen. Secara internal hal tersebut disebabkan oleh penerapan pendekatan input-output yang keliru. Terlalu mengedepankan aspek input pada penyelesaian hampir semua kasus pendidikan di sekolah. Seakan-akan mutu pendidikan akan meningkat dengan sendirinya apabila sejumlah input ditambahkan. Misalnya kekurangan guru, ditambah guru, membangun laboratorium, dan seterusnya. Ada satu faktor yang terlupakan, yaitu bagaimana berbagai input tersebut dipertemukan dan berinteraksi di dalam proses belajar-mengajar.
2.    Total Quality Management dalam dunia kesehatan
Di tengah era global yang ditandai dengan tingkat kompetisi yang makin tajam dan perubahan lingkungan bisnis yang bergerak dengan cepat, pragmatis dan cenderung tak terduga, mengharuskan setiap organisasi untuk selalu meningkatkan daya saingnya. Selain itu tuntutan pelanggan juga makin kuat terhadap produk maupun jasa yang bermutu, seiring dengan banyaknya alternatif barang dan jasa yang tersedia dan meningkatkanya pengetahuan serta status sosial masyarakat.
Sektor jasa yang kini sedang berkembang dengan pesat adalah jasa kesehatan, di tengah meningkatnya kesadaran masyarakat dalam memaknai kata “sehat” sebagai bagian dari investasi mereka di masa depan. Organisasi yang bergerak dalam bidang kesehatan secara ilmiah hampir memiliki prosedur kerja yang hampir sama Artinya bahwa secara teknis penanganan pasien dalam berbagai kondisi hampir terstandarkan dengan prosedur yang sama. Oleh karenanya peningkatan mutu layanan kini bukan lagi pada mutu teknikal semata yang merupakan bagian dari “way to life” pelayanan  kesehatan, namun mengarah pada bagaimana mengelola  pelayanan kesehatan yang memiliki daya saing di mata pengguna jasanya dengan memenuhi keinginannya (Kualitas).
Konsep kualitas telah didefinisikan para ahli dari berbagai sudut pandang masing-masing. Namun demikian terdapat persamaan yang pada esensinya mengarah pada upaya pemenuhan harapan konsumen. Harapan konsumen tidaklah konstan dari waktu ke waktu, namun selalu berubah secara dinamis, sehingga apa yang menjadi harapan konsumen pada saat sekarang ini mungkin tidak akan menjadi pilihan untuk masa yang akan datang dan berarti pula bahwa produk dan jasa yang berkualitas pada saat ini mungkin tidak berkualitas lagi di masa mendatang.
Tjiptono (2001) menjelaskan bahwa kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses yang memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Dari definisi ini jelas bahwa kualitas tidak semata-mata terkait dengan produk akhir, namun demikian kualitas juga terkait dengan mutu proses, terlebih lagi dalam industri jasa yang mengedepankan mutu interaksi antara pengguna jasa dengan front line officer yang merupakan ujung tombak dalam kualitas industri jasa. Dari definisi itu jelas pula bahwa pengguna jasalah yang paling berhak menyatakan kualitas dengan membandingkan apa yang harapkan dengan persepsi mereka setelah menerima jasa tersebut (perceived performance).
Kondisi yang demikian akan memacu perkembangan  jasa pelayanan kesehatan dalam hal ini pelayanan kesehatan bagi calon jamaah haji (CJH). Intensitas interaksi CJH sebagai pengguna jasa dengan lini organisasi kesehatan ini akan menggambarkan sejauh mana pemerintah sebagai provider mampu menyediakan jasa kesehatan yang layak dan  memuaskan CJH.

F.    Kelebihan dan Kelemahan Total Quality Management
1.    Kelebihan
TQM tidak mempercayakan semata-mata pada perintah atasan yang memerintah, jaringan  dikembangkan secara multi-channel dan interaktip melalui suatu organisasi. Oleh  karena  itu,  TQM  adalah  penting  untuk  menetapkan  mata  rantai  kerjasama  di dalam  organisasi.  Transformational  Perubahan  terjadi  hanya  ketika  isu  yang  sulit, seperti anggaran, pabrikasi, pemasaran, distribusi dan seterusnya dicampur dengan isu yang  sederhana  seperti  nilai-nilai,  kultur,  visi,  gaya  kepemimpinan,  perilaku  inovatif dan seterusnya.
2.    Kelemahan TQM adalah:
a.    Kualitas sering merupakan aktivitas sampingan, terpisah dari isu kunci dari strategi usaha dan kinerja.
b.    Pada banyak organisasi, kualitas dirasakan bersifat temporer dan apabila pemimpin yang memprakarsainya meninggalkan perusahaan, kualitas kemudian diabaikan.
c.    Kebingungan terhadap TQM berasal dari kata kualitas itu sendiri.kata kualitas mempunyai banyak arti, tergantung dari bagaimana kita memandangnya.
d.    Banyak perusahaan yang membuat kualitas lebih kabur atau tida jelas dengan menetapkan tujuan yang tampak positif tanpa memilki cara untuk memonitor kemajuan pencapaian tujuan tersebut.
e.    TQM merupakan aktivitas yang bersifat hanya di dalam departemen-departemen di banyak perusahaan.
f.     TQM mengajarkan incremental atau perkembangan yang sedikit (small improvement), bukan perkembangan secara radikal (radical improvement) sehingga banyak pemimpin korporat tidak sabar setelah munculnya konsep reengineering[i].















[i]Reengineering adalah desain atau desain ulang bisnis yang mirip dengan process redesign, meskipun prakteknya mencakup skala yang lebih besar
BAB III
Penutup

A.   Kesimpulan
1.    Perkembangan TQM melalui enam tahapan : Era Tanpa Mutu, Era Inspeksi, Era Statistical Quality Control, .Era Quality Assurace, Era Strategis Quality Management / Total Quality Management, danEra Gugus Kendali Mutu/Quality Control Circle
2.    TQM bermula di AS selama PD II, ketika ahli statistik AS W.Edward Deming menolong para insinyur dan teknisi untuk menggunakan teori statistik untuk memperbaiki kualitas produksi. Setelah perang, teorinya banyak diremehkan oleh perusahaan Amerika.
3.       Beberapa Tokoh-Tokoh Mutu Konsep TQM yang turut andil dalam perkembangan TQM ialah Slamet (1999), Edward Deming, Philip Crosby ( Salis, 1993) dan lain sebagainya
4.    Terlihat Total Quality Management ini berjalan tidak selalu diatas angin. Ada saat TQM itu baik dan adapula diluar dari rencana seperti pada penimplementasian di bidang pendidikan, kesehatan, dsb.

B.   Saran
1.    Meskipun di era globalisasi dewasa ini, tidak ada lagi sesuatu  yang semudah membalikkan tangan. Tetapi, Sebaiknya para instansi-instansi yang masih ingin maju dan bersaing di pasar global dewasa ini. Tetap memperhatikan mutu-mutu yang berkualitas tinggi karena Mutu yang tercipta dengan kondisi seperti itulah yang disebut mutu terpadu secara menyeluruh (Total Quality).






DAFTAR PUSTAKA

1.    Andie. 2000: TQM dan TQEM, pdf, http://andietri.tripod.com/jurnal/TQEM_T.pdf, di akses 7 Oktober 2011.
2.    Hefniy. 2008: aplikasi TQM dalam dunia pendidikan, wordpress,  http://elqorni.wordpress.com/2008/04/24/manajemen-mutu-terpadu-total-quality-management/di akses 7 Oktober 2011.
4.    Scribd. TQM, scribd (online),http://www.scribd.com/doc/17831072/Makalah-Total-Quality-Manajement-sumber-Edwar-Sallis-Bab-34, di akses 7 Oktober 2011.
6.    Palimirma, 2009: Kelemahan Total Quality Management (TQM) Versus Six Sigma, html,  http://www.managementfile.com/journal.php?id=64&sub=journal&page=quality, di akses 7 Oktober 2011.
7.    Surya, 2004: UPAYA MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN DI MASA DEPAN, pdf, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3725/1/fkm-surya2.pdf, di akses 7 Oktober 2011.
8.        

1 komentar:

Unknown mengatakan...

numpang copas mbak athy tgas kuliah.. :D

Posting Komentar