PENGELOLAAN
SAMPAH,
ANTARA
ANCAMAN RESIKO DAN RESIKI
–
Oleh
; Burhan Sesa-
Dosen
pengampu Mata Kuliah Kebijakan Lingkungan Hidup pada Unanda Palopo
1.
Pendahuluan,
Bahwa sampah (sisa
bahan komsumsi) yang tidak lagi memberikan nilai , menjadikan beberapa
pemerintah daerah di seantero nusantara menjadi galau,momok menakutkan bagi
masyarakat dan menjadi masalah krusial yang perlu solusi pengelolaannya. Sampah sebuah benda yang berwujud corok dan menjijikkan, yang
berasal dari sisa bahan makanan atau
kegiatan masyarakat yang tidak ( dianggap ) lagi memberikan resiki.Sampah
merupakn ciri khas sebuah kota,yang apabila tidak dikelolah dan dimanag dengan
baik secara propesional akan memberikan dampak negative dan pencitraan negatif
sebuah kota terhadap penduduk dan warga masyarakat yang berkunjung ke kota
tersebut. Sampah dalam wujud apa saja, oleh sebagian masyarakat dipandang
sebagai barang yang tidak berguna lagi,tidak memiliki mamfaaat dan apalagi
nilai ekonomi, bagi warga masyarakat yang belum memahami akan nilai jual yang
melekat pada sosok sampah tersebut.Hal ini terjadi karena masyarakat masih
bertumpu pada petugas kebersihan dengan
anggapan sem ua hasil sisa yang tidak digunakan /tidak bermamfaat akan diangkut
mobil sampah ke tempat akhir pengolahan sampah.
Disisi lain dampak
sampah yang menjadi ancaman berdampak “Sistimik “ kesegala aspek dan ruang, bahkan takut akan dampak yang ditimbulkan
berupa malapetaka mengintai siapa saja dan kapan saja, tapi tahukah anda bahwa sesungguhnya sampah
itu, sahabat kita, patner kita, dimana sampah masih sebagian besar apabila
dikelola ulang (Recyling) memiliki nilai jual /nilai ekonomi tinggi hanya
dengan sentuhan /perlakuan khusus terhadap sampah yang terbuang dapat menjadi
aksesoris, mainan anak anak, bahkan dapat dilakukan daur ulang (recyling),.
Berdasarkan
Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah, mengisyaratkan akan perlunya disikapi akar permasalahan yaitu
pertambahan jumlah penduduk dimana muncul perilaku masyarakat, berupa terjadinya
perubahan pola komsumsi masyarakat yang serba instant (siap saji), yang diduga berdampak
pada bertambahnya volume, jenis dan
karateristik sampah yang semakin membludak yang memberikan kepanikan serta
ancaman tersendiri dengan dampak yang ditimbulkan berupa berbagai sumber penyakit yang menhadang, menanti bagi warga yang tidak siaga dan peduli
terhadap masalah ini. Kedua,kurangnya
tingkat kepedulian warga akan keberadaan sampah, yang pada umumnya (dengan
mudahnya ) membuang sampah keselokan / drainase, mereka lupa bahwa perbuatan
itu berdampak sistimik,berupa munculnya
pencemaran air limbah akibat akumulasi sampah yang dibuang kesungai/ selokan,
yang selanjutnya bermuara kepesisir dimana dilaut itu, terdapat komponen biota
laut,plora dan fauna yang memiliki nilai ecology, nilai ekonomi dsb.
Cemaran air
berupa limbah berbahaya dan beracun (B3), yang masuk kedalam perairan,
memperparah terjadinya akumulasi dampak yang simultan dan rentan menimbulkan
wabah penyakit karena manajemen pengelolaan sampah yang dilakukan oleh
pemerintah belum sesuai yang diharapkan, masih mengunakan metode dan tehnik
pengelolaannya manual , dan tingkat kepedulian warga belum menunjukkan
kepedulian, keseriusan dan kepekaan berkelanjutan, sehingga diduga dapat menimbulkan
“dampak negative sistimik” terhadap gangguan kesehatan masyarakat serta
munculnya pencemaran lingkungan, pencemaran air dll. Untuk maksud ini,
disarankan dalam pengelolaan sampah melibatkan seluruh lapisan masyarakat
dengan pendekatan pemberdayaan, yang secara komprehensif dan terpadu, dimana seluruh
aktivitas elemen mulai tingkat sekolah dasar Perguruan Tinggi dilibatkan untuk
mengambil peran, sebagai pengenalan pembelajaran dini kepada anak didik untuk
mengetahui, memahami, dan berupaya memelihara menjaga , mencintai dan
melestarikan lingkungan disekitarnya,
dilingkungan permukiman /perumahan dimana mereka berdomisili, di lingkup
sekolah,/kampus masing masing untuk melestarikan lingkungannya, dengan tidak
membuang sampah disembarang tempat.
Sudah berbagai
cara pendekatan / kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengolah sampah sehingga
menjadi bagian dan sahabat hidup, dari zaman dahulu kala,sampai akhir zaman
masalah sampah tidak akan pernah berakhir, jadi mungkin hanya dikurangi (
Reduce)atas penggunaan bahan dan komsumsi manusia, seperti yang dipraktekkkan
kaum ibu-ibu dahulu kala ketika hendak berbelanja kepasar menggunakan
cukup tas plastic, atau tas keranjang
anyaman rotan, yang dapat digunakan berkali-kali.tidak seperti dewasa ini, ciri
masyarakat modern ketika berbelanja, ( shopping), sepertinya tidak bergensi
kala pulang shopping “ hanya menjijing satu tas /kantongan “ walaupun
sesungguhnya cukup dengan hanya satu tas jinjing bawaan, atau mengkomsumsi
minuman yang dikemas dalam kotak khusus yang dilapisi aluminum, atau sejenis
anti septic yang sesungguhnya dapat menjadi dasar pembangkit penyakit tertentu
atas penggunaan bahan siap saji tersebut.
2.
Ruang
Lingkup dan jenis jenis sampah
Berdasarkan undang-undang Nomor 18 tahun 2008, pasal (2),
disebutkan sampah terdiri dari : (a). sampah rumah tangga , yaitu sampah yang
berasal dari kegiatan sehari-hari dari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja
dan sampah spesifik, ( b). sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu sampah
yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus,
fasilitas social, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya. ( c). sampah
spesipik, yaitu yang berasal dari kegiatan industry, atau kegiatan
perhotelan, atau kegiatan yang diduga menimbulkan limabh berbahay dan beracun
(B3).
Dengan penggolongan sampah dikenal (a) Sampah Organik atau sampah basah, yaitu sampah dari bahan
mudah busuk dan bau, seperti daunan ,sayuran dapat dijadikan/dikelolah jadi
composting- pupuk organik. (b)dan sampah An-organik yaitu sampah yang tidak mudah busuk,seperti
plastic, kertas, kaleng, botol, kayu.Dapat didaur ulang (REcyle) untuk
dijadikan sumber resiki .
Dengan memperhatikan tujuan dalam pengelolaannya, yaitu
memperoleh asas KEADILAN, KESADARAN, KEBERSAMAAN, KESELAMATAN, KEAMANAN, ASAS
MAMFAAT dan /NILAI EKONOMI. Maka penanganan, pengelolaan /manajemen persampahan
sedapat mungkin dikelolah dengan bijak dengan asas pertimbangan rasa keadilan
dan kebersamaan yang bertanggung jawab dengan pola pendekatan pemberdayaan.
3.
Hak
dan kewajiban warga masyarakat,
Sebagaimana yang ditetapkan dalam
pasal 11, disebutkan bahwa ;
(a)
Setiap orang /warga masyarakat berhak
untuk mendapatkan pelayanan dalam pengelolahan sampah, secara baik dan
berwawasan lingkungan dari pemerintah. (b). berpartisipasi dalam proses
pengambilan keputusan , penyelenggaraan dan pengawasan, inpormasi pengelolaan sampah yang tepat waktu. (c)
mendapatkan pembinaan dan perlindungan dalam pemerosesan akhir sampah secara
baik yang berwawasan lingkungan. Sedang kewajiban yang perlu di hindari yaitu;
(1), setiap orang /warga dalam mengolah sampah rumah tangga wajib mengurangi
(reduce) dan menangani sampah dengan baik, (2). Wajib menyiapkan tempat penampungan sementara, sesuai
ketentuan. Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam pasal (13), untuk kegiatan pada
lokasi kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus,
fasilitas umum, fasilitas social, daalam hal ini bagi pengelola wajib
menyiapkan /menyediakan fasilitas pemilahan sampah.Untuk pengurangan sampah,
ada 3 kegiatan, yaitu:
-
Reduce ( mengurangi),
-
Reuse ( menggunakan kembali),
-
Recyle ( daur kembali),
Agar
Kegiatan tersebut dapat berhasil, tentunya pelibatan dan pemberian sosialisasi
kepada warga akan mamfaat dan resiko terus digalakkan, baik resiko yang
ditimbulkan dari kelalaian kita yang kurang peduli terhadap perlakuan sampah,
maupun resiki yang diperoleh atas pengolahan sampah dengan baik.Untuk itu
pemerintah memberikan perhatian yang sungguh untuk membersihkan keindahan suatu
wilayah kota, kebijakan ini sudah terlaksana, 10 tahun yang lalu, dengan
pemberian insentif (reward) bagi daerah yang berhasil dengan baik mengelola
lingkungan,serta pemberian sanksi bagi daerah yang kotor.
4.
Konstribusi
sampah terhadap pemanasan global.
Bahwa dengan meningkatnya jumlah
emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosper disebabkan ulah manusia, yang membuang
sampah sembarang tempat, melakukan pembakaran hutan, membuang limbah, yang
diperkirakan gas metan yang menguap ke udara setiap tahun kl.1 ton sampah padat
setara dengan 50 kg gas metana. Timbulan sampah (berupa kolam lindi = leachate) dilakukan pada TPA yang
sudah menggunakan pengolahan tertutup (landfill), bukan open dumping
sebagaimana yang dilakukan sebelumnya.Untuk kota Palopo (dengan jumlah penduduk
-2007) maka diperkirakan timbulan sampah yang diperoleh per harinya berkisar
412.785 liter per hari atau setara 413 meter kubik sampah per hari, yang hanya
dilayani beberapa armada roda empat, motor sampah, gerobak sampah yang umurnya tehnis
sudah tak layak, dan terbatas, dan paling memiriskan hati banyak dijumpai
gerobak/ motor sampah disimpan disamping /kolom rumah penduduk, hal ini terjadi karena sebagian sudah rusak dan tidak
diperbaiki, dan tidak tersedianya biaya operasional setiap bulannya ya
dampaknya sampah masyarakat bertebaran dilorong, selokan penuh
sampah,tersumbat, ya banjir.
5.
Strategi
Pengolahan sampah
Sudah menjadi rahasia
umum dikota kota sekarang ini, dimana masalah sampah menjadi isu trend terhadap
penilaian bahwa apakah kota tersebut wajar raih penghargaan atau tidak. Atas
maksud tersebut itu pelibatan masyarakat dan elemen masyarakat luas jadi
sasaran utama mulai dari tingkat SD,PT.kelompok masyarakat, LSM, Kelompok
wanita, pemuda dll. Salah satu strategi kebijakan yang perlu dikembamngkan
dengan volume dan masalah sampah yang semakin “ menggunung “ diperlukan suatu
mekanisme /proseedur tertentu berupa “ Pengelolaan sampah berbasis masyraakat
melalui gerakan visi, misi pembangunan pemerintah daerah yang sadar dan peduli
akan pemamfaatan sumber daya yang semakin terbatas.
Gerakan dimaksud kami
sebut “ GERAKAN MASYARAKAT SADAR & PEDULI LINGKUNGAN – GEMASADULING”.
Gerakan dimaksudkan dituangkan dalam sebuah Visi, Misi, grand strategi dan kebijakan
kabupaten /kota, dimana dalam pencapaiannya harus didukung penganggaran yang memadai
(sesuai pasal 45 –UU 32 /2009 ), termasuk didalam hal ini biaya kegiatan
operasional pengolahan persampahan.
Menurut ( KLH
-2009), menyebutkan strategi pengelolaan sampah sangat dipengaruhi potensi
sampah, kondisi masyarakat, keberadaan lembaga /kemitraan, mulai dari
perencanaan / pemetaan, pengangkutan/ pengumpulan, kegiatan daur ulang serta
mitra ( bank sampah).
Selain itu perlu dikembangkan
sistim pengomposan (composting) pada kelompok masyarakat mengingat kebutuhan
pupuk an-organic mahal dan langkah, dilain sisi kompos yang mudah, murah
dilaksanakan, tinggal kemauan kepedulian kita.
-
Strategi lainnya, yaitu system
pengolahan /pengumpulan sampah sehingga terwujud sinergitas antara aparat
petugas /pelaksana dan warga masyarakat sebagai pendukung, ini dikandung maksud
perwujudan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien.Penetapan ini dimulai
dari tahapan rute yang dilalui dikondisikan dengan personil, armada, potensi
sampah, yang ada.sehingga terjalain kerjasama yang baik, tersedianya tempat
pengolahan sampah pemilah yang permanen, ditempatkan pada lokasi yang
disesuaikan dengan SIKON lokasi (kemudahan untuk mengangkut /mengumpulkan,
tidak mengganggu kelancaran lalulintas, tidak mengganggu warga setempat ( bau )
dan estetika.
-
Strategi lain yang dianggap belum
popular/ memasyarakat yatiu kegiatan composting, kebijakan ini seyogianya
dipasilitasi/ dikembang pemerintah
kabupaten /kota, mulai organisasi, manajemen, pemasarannya, sehingga kelompok
merasa terayomi/terlindungi dan mendapat perhatian pemerintah.
-
Strategi pemberian himbauan untuk tidak
membuang sampah tidak pada tempatnya,( papanhimbauan) pemberian sanksi, denda
sesuai ketentuan Perda, belum mumpuni,
dan belum memasyarakat dan bahkan kurang diperhatikan /ditakuti, nanti bila
terjadi bencana banjir baru semua orang
mendiskusikan bahkan ikut merspon – sudah terlambat.
-
Strategi Adipura, dan Adiwiyata, belum
optimal, karena terkesan mengejar penghargaannya daripada pembudayaan hidup
bersih.Hal ini terjadi karena gerakan gotong royong- jumat bersih, sepertinya
kusam dan tak bermakna,dan dipaksakan dan nyaris pupus oleh perkembangan zaman.
-
Strategi moment ULang tahun, bagi
instansi, lembaga penyelenggara pemerintahan, swasta, yang memperingati ultah,
dihimbau untuk menjadikan event ini sebagai momentum bersih-bersih, dengan
mengambil tema kegiatan peduli lingkungan dengan berbagai aktivitas – tema
dengan pelibatan karyawan dan warga, siswa, perguruan tinggi, membersihkan
tempat umum, tanam pohon, lomba menggambar
lingkungan, karya tulis ilmiah, dsb.
6.
Kerjasama
kemitraan antar daerah (kabupaten /Kota).
Pengolahan
sampah terpadu dipersyaratkan bagi kabupaten /kota bertetangga yang lokasi
Tempat Pembuangan akhir sampah ( TPA) tidak memungkinkan dibangun, maka kepada
kabupaten /kota tersebut diberikan kesempatan bermitra yang saling
menguntungkan, yang diatur dalam MOU
(pasal 26 –UU Nomor 18 /2008 ). Atau pelibatan kerjasama pihak
ketiga,(swasta) yang berminat dalam pengolahan sampah, seperti
pengelolaanparkir, dimana Tata cara pelaksanaannya, diatur dan ditetapkan dalam
MOU .Menurut hemat kami, kebijakan ini
dapat ditindaklanjuti Pemerintah Kabupaten /Kota untuk lebih mendalami,
membahas, dengan asumsi tenaga kerja
yang digunakan pada Dinas Kebersihan pada umumnya “tenaga kontrak “ disinilah
pendekatan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki dan
bertanggung jawab atas kebersihan
/kelestarian lingkungan, dan dilain sisi penganggaran di kelolah secara mandiri
oleh pihak pengelolah yang ditunjuk.Sedang untuk manajemen pengelolaaanya
ditangani oleh Instansi Lingkungan Hidup, ( Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 )
tentang Pengelolaan Sampah.
7.Penguatan kelompok pemulung sampah,
Tidak semua
orang /Kelompok mau turun melakoni kegiatan /pekerjaan pemulung sampah yang
konon bergelut dengan kotoran, bau busuk, dan kurang terhormat, ini sulit dan
karena dianggap pekerjaan rendah. Komunitas pemulung sebagai pasukan sampah,yang
jumlahnya banyak tersebar diberbagai wilayah kerja dipandang perlu diorganisir
dengan baik, di data, dibina, diarahkan, karena mereka sesungguhnya merupakan pahlawan
sampah tanpa tanda jasa, yang apabila dimanag dengan baik dalam bentuk “ lembaga pemberdayaan “ akan
memberikan konstribusi yang effektif dalam mengumpulkan sampah, disamping
sebagai pengais resiki, juga sekaligus berpropesi tenaga bantuan kebersihan. Pengumpul
barang bekas yang dapat didaur ulang (recyle), dan memberi nilai ekonomi dan
sekaligus lapangan usaha bagi warga yang kurang beruntung. Sistim dan prosedur
yang dibangun antara pemerintah dan mitra lembaga ini, dipasilitasi (yang
sekarang) oleh KLH “ dibentuk Bank Sampah “ dengan maksud
memberikan motivasi dan kepastian usaha, serta upaya perbaikan kehidupan
keluarga dimasa depan.Namun kebijakan ini belum terlaksana dengan maksimal dimana
pengelolaannya masih memerlukan kajian dan pendekatan.
8.
Resiko
Sampah yang tidak dikelolah dengan baik,
Sampah sebagai
sumber pencemar lingkungan apabila
tidak Dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak dampak yang riskan terhadap
estetika sebuah kota, Dampak pencemaran air, tanah,bau busuk yang menjadikan
tempat berkembangnya bibit penyakit menular, seperti penyakit Deman
berdarah,penyakit nyamuk malaria, Resiko lain apabila terjadi penyumbatan
saluran air (drainase), berpeluang banjir yang berdampak besar, komprehensif
menyeluruh, terhadap kegiatan pemerintahan, ekonomi, social dan budaya. Dan
apabila kondisi ini melanda warga maka dapat dipastikan kerugian yang tidak
terelakkan pasti terjadi,dan sangat besar nilainya, karena dapat menimbulkan
malapetaka korban jiwa, merusak infra struktur yang dibangun, rusaknya fasilitas
umum,atau tempat tempat wisata yang memiliki estetika, nilai ekonomi tinggi.
Atau nilai budaya tinggi yang sulit menemukan/mengganti ekstensitasnya/
keberadaannya apabila rusak /hilang terbawah arus banjir ,erosi ataupun
longsor.Kerugian lain bagi warga masyarakat tani dan nelayan, dimana padi
disawah tidak sempat dipanen, atau ikan yang berada dikolom empang hanyut
terbawah banjir, atau kerugian akibat longsor yang menutup bahu jalan yang
menghubungkan daerah pedesaan dan antar kota, berapa kerugian ekonomi, kerugian
waktu, kerugian materil dan non materil
tak terhitung sudah, dimana hasil pribumi, yang tak sempat dijual dipasar
akibat busuk ditengah jalan, atau rasa trauma ,ketidak nyamanan yang menghantui
setiap ada badai.
9.
Resiki
pengolahan sampah,
Memang nilai hitung dari kalkulasi
yang didapatkan dari mata pencaharian ini mungkin kurang sebanding dengan
pekerjaan /usaha lainnya. Namun dapat dipastikan bahwa sesungguhnya pekerjaan
apasaja apabila dikelola propesional akan menajadi peluang usaha yang
menjanjikan.Lihat saja lapangan usaha /lapangan kerja bagi tenaga pemulung yang
mengais sampah ekonomis di TPA,jumlahnya ratusan orang, dan berapa banyak
tenaga tidak terdidik mencari rongsokan sampah disepanjang jalan, memungut
sampah dari kumpulan tong sampah yang berserakan.
Selain itu sesungguhnya, sumber
daya alam yang tidak ternilai “sampah” yang apabila dikelola propesional bisa
mendatang hasil rupiah yang besar jumlahnya, sebut saja kegiatan
“komposting” namun sampah organic, ini belum tersentuh maksimal,
walaupun telah dipasilitasi oleh pemerintah kerjasama dengan pihak Bank Danamon
peduli.baru sebatas sampah An-Organik, seperti plastic,kertas, botol, kaleng
bekas dll.yang memerlukan sentuhan TTG, dalam bentuk daur ulang –Recyle. Dalam
bentuk penangan pengolahan sampah (sebagaimana diatur dalam pasal 22 UU nomor
18 tahun 2008.)
10. Penutup (Kesimpulan dan Saran)
a.
Pengelolaan persampahan perlu
keseriusan pihak terkait, antara pemerintah dan seluruh elemen maasyarakat
untuk sadar dan peduli memerangi sampah yang diduga akan menimbulkan “dampak
sistimik” terhadap pembangunan dan lingkungan, dan kepentingan kebutuhan manusia
dan mahluk hidup lainnya.
b.
Untuk optimalnya pelaksanaan
operasional persampahan perlu dipikirkan solusi, pendekatan pemberdayaan dengan
membentuk pola kemitraan, dengan pertimbangan tenaga kerja yang dipekerjakan
sekarang pada umumnya “tenaga kontrak “ yang membebani APBD setiap tahunnya.
c.
Perlu ditingkatkan peran “ Bank Sampah
“ dengan menunjuk penanggung jawab pengelolah sampah, sehingga tidak lagi
membebani manajemen pada sektor public.
Sehingga harapan kotaku bersih,sehat dan nyaman dapat terwujud.
11. Kepustakaan
1.
Kementerian Lingkungan Hidup,2008,
Undang Undang No.18 tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
2.
Kementerian Lingkungan Hidup, (2009)
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Pengendalian dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup,
3.
Otto Soemarwoto,2004,
Ekologi,Lingkungan Hidup, dan Pembangunan, Penerbit Jembatan, Jakarta.
4.
Moeljarto Tjokrowinoto, 2007,
Pembangunan Dilema dan tantangan, Penerbit Pustaka Pelajar, Jakarta.
5.
Badan Lingkungan Hidup Kota
Palopo,2008, Laporan Pengelolaan Persampahan Kota Palopo, 2008-2009.
0 komentar:
Posting Komentar