Pages

Subscribe:

W E L C O M E

W  E  L  C  O  M  E

Labels

Dunia Kampus

Jumat, 30 November 2012

PENGELOLAAN SAMPAH, ANTARA ANCAMAN RESIKO DAN RESIKI

-->
PENGELOLAAN SAMPAH,
ANTARA ANCAMAN  RESIKO DAN RESIKI
Oleh ; Burhan Sesa- 
Dosen pengampu Mata Kuliah Kebijakan Lingkungan Hidup pada Unanda Palopo
1.   Pendahuluan,
         Bahwa sampah (sisa bahan komsumsi) yang tidak lagi memberikan nilai , menjadikan beberapa pemerintah daerah di seantero nusantara menjadi galau,momok menakutkan bagi masyarakat dan menjadi masalah krusial yang perlu solusi pengelolaannya. Sampah  sebuah benda  yang berwujud corok dan menjijikkan, yang berasal  dari sisa bahan makanan atau kegiatan masyarakat yang tidak ( dianggap ) lagi memberikan resiki.Sampah merupakn ciri khas sebuah kota,yang apabila tidak dikelolah dan dimanag dengan baik secara propesional akan memberikan dampak negative dan pencitraan negatif sebuah kota terhadap penduduk dan warga masyarakat yang berkunjung ke kota tersebut. Sampah dalam wujud apa saja, oleh sebagian masyarakat dipandang sebagai barang yang tidak berguna lagi,tidak memiliki mamfaaat dan apalagi nilai ekonomi, bagi warga masyarakat yang belum memahami akan nilai jual yang melekat pada sosok sampah tersebut.Hal ini terjadi karena masyarakat masih bertumpu pada petugas kebersihan  dengan anggapan sem ua hasil sisa yang tidak digunakan /tidak bermamfaat akan diangkut mobil sampah ke tempat akhir pengolahan sampah.
Disisi lain dampak sampah yang menjadi ancaman berdampak “Sistimik “ kesegala aspek dan ruang,  bahkan takut akan dampak yang ditimbulkan berupa malapetaka mengintai siapa saja dan kapan saja,  tapi tahukah anda bahwa sesungguhnya sampah itu, sahabat kita, patner kita, dimana sampah masih sebagian besar apabila dikelola ulang (Recyling) memiliki nilai jual /nilai ekonomi tinggi hanya dengan sentuhan /perlakuan khusus terhadap sampah yang terbuang dapat menjadi aksesoris, mainan anak anak, bahkan dapat dilakukan daur ulang (recyling),.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah, mengisyaratkan  akan  perlunya disikapi akar permasalahan yaitu pertambahan jumlah penduduk dimana muncul  perilaku masyarakat, berupa terjadinya perubahan pola komsumsi masyarakat yang serba instant (siap saji), yang diduga berdampak pada  bertambahnya volume, jenis dan karateristik sampah yang semakin membludak yang memberikan kepanikan serta ancaman tersendiri dengan dampak yang ditimbulkan berupa  berbagai sumber penyakit yang menhadang,  menanti bagi warga yang tidak siaga dan peduli terhadap  masalah ini. Kedua,kurangnya tingkat kepedulian warga akan keberadaan sampah, yang pada umumnya (dengan mudahnya ) membuang sampah keselokan / drainase, mereka lupa bahwa perbuatan itu  berdampak sistimik,berupa munculnya pencemaran air limbah akibat akumulasi sampah yang dibuang kesungai/ selokan, yang selanjutnya bermuara kepesisir dimana dilaut itu, terdapat komponen biota laut,plora dan fauna yang memiliki nilai ecology, nilai ekonomi dsb.
Cemaran air berupa limbah berbahaya dan beracun (B3), yang masuk kedalam perairan, memperparah terjadinya akumulasi dampak yang simultan dan rentan menimbulkan wabah penyakit karena manajemen pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah belum sesuai yang diharapkan, masih mengunakan metode dan tehnik pengelolaannya manual , dan tingkat kepedulian warga belum menunjukkan kepedulian, keseriusan dan kepekaan berkelanjutan, sehingga diduga dapat menimbulkan “dampak negative sistimik” terhadap gangguan kesehatan masyarakat serta munculnya pencemaran lingkungan, pencemaran air dll. Untuk maksud ini, disarankan dalam pengelolaan sampah melibatkan seluruh lapisan masyarakat dengan pendekatan pemberdayaan, yang secara komprehensif dan terpadu, dimana seluruh aktivitas elemen mulai tingkat sekolah dasar Perguruan Tinggi dilibatkan untuk mengambil peran, sebagai pengenalan pembelajaran dini kepada anak didik untuk mengetahui, memahami, dan berupaya memelihara menjaga , mencintai dan melestarikan lingkungan  disekitarnya, dilingkungan permukiman /perumahan dimana mereka berdomisili, di lingkup sekolah,/kampus masing masing untuk melestarikan lingkungannya, dengan tidak membuang sampah disembarang tempat.
Sudah berbagai cara pendekatan / kebijaksanaan yang dilakukan oleh  pemerintah dalam mengolah sampah sehingga menjadi bagian dan sahabat hidup, dari zaman dahulu kala,sampai akhir zaman masalah sampah tidak akan pernah  berakhir, jadi mungkin hanya dikurangi ( Reduce)atas penggunaan bahan dan komsumsi manusia, seperti yang dipraktekkkan kaum ibu-ibu dahulu kala ketika hendak berbelanja kepasar menggunakan cukup  tas plastic, atau tas keranjang anyaman rotan, yang dapat digunakan berkali-kali.tidak seperti dewasa ini, ciri masyarakat modern ketika berbelanja, ( shopping), sepertinya tidak bergensi kala pulang shopping “ hanya menjijing satu tas /kantongan “ walaupun sesungguhnya cukup dengan hanya satu tas jinjing bawaan, atau mengkomsumsi minuman yang dikemas dalam kotak khusus yang dilapisi aluminum, atau sejenis anti septic yang sesungguhnya dapat menjadi dasar pembangkit penyakit tertentu atas penggunaan bahan siap saji tersebut.
2.      Ruang Lingkup  dan jenis jenis sampah
Berdasarkan undang-undang Nomor 18 tahun 2008, pasal (2), disebutkan sampah terdiri dari : (a). sampah rumah tangga , yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik, ( b). sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus, fasilitas social, fasilitas umum, dan atau fasilitas lainnya. ( c). sampah spesipik, yaitu  yang  berasal dari kegiatan industry, atau kegiatan perhotelan, atau kegiatan yang diduga menimbulkan limabh berbahay dan beracun (B3).
Dengan penggolongan sampah dikenal (a) Sampah Organik  atau sampah basah, yaitu sampah dari bahan mudah busuk dan bau, seperti daunan ,sayuran dapat dijadikan/dikelolah jadi composting- pupuk organik. (b)dan sampah An-organik yaitu  sampah yang tidak mudah busuk,seperti plastic, kertas, kaleng, botol, kayu.Dapat didaur ulang (REcyle) untuk dijadikan sumber resiki .
Dengan memperhatikan tujuan dalam pengelolaannya, yaitu memperoleh asas KEADILAN, KESADARAN, KEBERSAMAAN, KESELAMATAN, KEAMANAN, ASAS MAMFAAT dan /NILAI EKONOMI. Maka penanganan, pengelolaan /manajemen persampahan sedapat mungkin dikelolah dengan bijak dengan asas pertimbangan rasa keadilan dan kebersamaan yang bertanggung jawab dengan pola pendekatan pemberdayaan. 

3.      Hak dan kewajiban warga masyarakat,
Sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 11, disebutkan bahwa ;
(a)               Setiap orang /warga masyarakat berhak untuk mendapatkan pelayanan dalam pengelolahan sampah, secara baik dan berwawasan lingkungan dari pemerintah. (b). berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan , penyelenggaraan dan pengawasan, inpormasi  pengelolaan sampah yang tepat waktu. (c) mendapatkan pembinaan dan perlindungan dalam pemerosesan akhir sampah secara baik yang berwawasan lingkungan. Sedang kewajiban yang perlu di hindari yaitu; (1), setiap orang /warga dalam mengolah sampah rumah tangga wajib mengurangi (reduce) dan menangani sampah dengan baik, (2). Wajib menyiapkan  tempat penampungan sementara, sesuai ketentuan. Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam pasal (13), untuk kegiatan pada lokasi kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industry, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas social, daalam hal ini bagi pengelola wajib menyiapkan /menyediakan fasilitas pemilahan sampah.Untuk pengurangan sampah, ada 3 kegiatan, yaitu:
-          Reduce ( mengurangi),
-          Reuse ( menggunakan kembali),
-          Recyle ( daur kembali),
Agar Kegiatan tersebut dapat berhasil, tentunya pelibatan dan pemberian sosialisasi kepada warga akan mamfaat dan resiko terus digalakkan, baik resiko yang ditimbulkan dari kelalaian kita yang kurang peduli terhadap perlakuan sampah, maupun resiki yang diperoleh atas pengolahan sampah dengan baik.Untuk itu pemerintah memberikan perhatian yang sungguh untuk membersihkan keindahan suatu wilayah kota, kebijakan ini sudah terlaksana, 10 tahun yang lalu, dengan pemberian insentif (reward) bagi daerah yang berhasil dengan baik mengelola lingkungan,serta pemberian sanksi bagi daerah yang kotor.

4.      Konstribusi sampah terhadap pemanasan global.

Bahwa dengan meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosper disebabkan ulah manusia, yang membuang sampah sembarang tempat, melakukan pembakaran hutan, membuang limbah, yang diperkirakan gas metan yang menguap ke udara setiap tahun kl.1 ton sampah padat setara dengan 50 kg gas metana. Timbulan sampah (berupa kolam lindi = leachate) dilakukan pada TPA yang sudah menggunakan pengolahan tertutup (landfill), bukan open dumping sebagaimana yang dilakukan sebelumnya.Untuk kota Palopo (dengan jumlah penduduk -2007) maka diperkirakan timbulan sampah yang diperoleh per harinya berkisar 412.785 liter per hari atau setara 413 meter kubik sampah per hari, yang hanya dilayani beberapa armada roda empat, motor sampah, gerobak sampah yang umurnya tehnis sudah tak layak, dan terbatas, dan paling memiriskan hati banyak dijumpai gerobak/ motor sampah disimpan disamping /kolom rumah penduduk, hal ini  terjadi karena sebagian sudah rusak dan tidak diperbaiki, dan tidak tersedianya biaya operasional setiap bulannya ya dampaknya sampah masyarakat bertebaran dilorong, selokan penuh sampah,tersumbat, ya banjir.

5.      Strategi Pengolahan sampah

Sudah menjadi rahasia umum dikota kota sekarang ini, dimana masalah sampah menjadi isu trend terhadap penilaian bahwa apakah kota tersebut wajar raih penghargaan atau tidak. Atas maksud tersebut itu pelibatan masyarakat dan elemen masyarakat luas jadi sasaran utama mulai dari tingkat SD,PT.kelompok masyarakat, LSM, Kelompok wanita, pemuda dll. Salah satu strategi kebijakan yang perlu dikembamngkan dengan volume dan masalah sampah yang semakin “ menggunung “ diperlukan suatu mekanisme /proseedur tertentu berupa “ Pengelolaan sampah berbasis masyraakat melalui gerakan visi, misi pembangunan pemerintah daerah yang sadar dan peduli akan pemamfaatan sumber daya yang semakin terbatas.
Gerakan dimaksud kami sebut “ GERAKAN MASYARAKAT SADAR & PEDULI LINGKUNGAN – GEMASADULING”. Gerakan dimaksudkan dituangkan dalam sebuah Visi, Misi, grand strategi dan kebijakan kabupaten /kota, dimana dalam pencapaiannya harus didukung penganggaran yang memadai (sesuai pasal 45 –UU 32 /2009 ), termasuk didalam hal ini biaya kegiatan operasional pengolahan persampahan.
Menurut ( KLH -2009), menyebutkan strategi pengelolaan sampah sangat dipengaruhi potensi sampah, kondisi masyarakat, keberadaan lembaga /kemitraan, mulai dari perencanaan / pemetaan, pengangkutan/ pengumpulan, kegiatan daur ulang serta mitra ( bank sampah).
Selain itu perlu dikembangkan sistim pengomposan (composting) pada kelompok masyarakat mengingat kebutuhan pupuk an-organic mahal dan langkah, dilain sisi kompos yang mudah, murah dilaksanakan, tinggal kemauan kepedulian kita.
-          Strategi lainnya, yaitu system pengolahan /pengumpulan sampah sehingga terwujud sinergitas antara aparat petugas /pelaksana dan warga masyarakat sebagai pendukung, ini dikandung maksud perwujudan pemerintahan yang baik, efektif dan efisien.Penetapan ini dimulai dari tahapan rute yang dilalui dikondisikan dengan personil, armada, potensi sampah, yang ada.sehingga terjalain kerjasama yang baik, tersedianya tempat pengolahan sampah pemilah yang permanen, ditempatkan pada lokasi yang disesuaikan dengan SIKON lokasi (kemudahan untuk mengangkut /mengumpulkan, tidak mengganggu kelancaran lalulintas, tidak mengganggu warga setempat ( bau ) dan estetika.
-          Strategi lain yang dianggap belum popular/ memasyarakat yatiu kegiatan composting, kebijakan ini seyogianya dipasilitasi/ dikembang  pemerintah kabupaten /kota, mulai organisasi, manajemen, pemasarannya, sehingga kelompok merasa terayomi/terlindungi dan mendapat perhatian pemerintah.
-          Strategi pemberian himbauan untuk tidak membuang sampah tidak pada tempatnya,( papanhimbauan) pemberian sanksi, denda sesuai ketentuan Perda, belum  mumpuni, dan belum memasyarakat dan bahkan kurang diperhatikan /ditakuti, nanti bila terjadi bencana banjir baru  semua orang mendiskusikan bahkan ikut merspon – sudah terlambat.
-          Strategi Adipura, dan Adiwiyata, belum optimal, karena terkesan mengejar penghargaannya daripada pembudayaan hidup bersih.Hal ini terjadi karena gerakan gotong royong- jumat bersih, sepertinya kusam dan tak bermakna,dan dipaksakan dan nyaris pupus oleh perkembangan zaman.
-          Strategi moment ULang tahun, bagi instansi, lembaga penyelenggara pemerintahan, swasta, yang memperingati ultah, dihimbau untuk menjadikan event ini sebagai momentum bersih-bersih, dengan mengambil tema kegiatan peduli lingkungan dengan berbagai aktivitas – tema dengan pelibatan karyawan dan warga, siswa, perguruan tinggi, membersihkan tempat umum, tanam pohon, lomba menggambar  lingkungan, karya tulis ilmiah, dsb.

6.      Kerjasama kemitraan antar daerah (kabupaten /Kota).

Pengolahan sampah terpadu dipersyaratkan bagi kabupaten /kota bertetangga yang lokasi Tempat Pembuangan akhir sampah ( TPA) tidak memungkinkan dibangun, maka kepada kabupaten /kota tersebut diberikan kesempatan bermitra yang saling menguntungkan, yang diatur dalam MOU  (pasal 26 –UU Nomor 18 /2008 ). Atau pelibatan kerjasama pihak ketiga,(swasta) yang berminat dalam pengolahan sampah, seperti pengelolaanparkir, dimana Tata cara pelaksanaannya, diatur dan ditetapkan dalam MOU .Menurut hemat kami, kebijakan ini dapat ditindaklanjuti Pemerintah Kabupaten /Kota untuk lebih mendalami, membahas, dengan asumsi  tenaga kerja yang digunakan pada Dinas Kebersihan pada umumnya “tenaga kontrak “ disinilah pendekatan pemberdayaan masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab atas  kebersihan /kelestarian lingkungan, dan dilain sisi penganggaran di kelolah secara mandiri oleh pihak pengelolah yang ditunjuk.Sedang untuk manajemen pengelolaaanya ditangani oleh Instansi Lingkungan Hidup, ( Undang Undang Nomor 18 tahun 2008 ) tentang Pengelolaan Sampah.
7.Penguatan kelompok pemulung sampah,
Tidak semua orang /Kelompok mau turun melakoni kegiatan /pekerjaan pemulung sampah yang konon bergelut dengan kotoran, bau busuk, dan kurang terhormat, ini sulit dan karena dianggap pekerjaan rendah. Komunitas pemulung sebagai pasukan sampah,yang jumlahnya banyak tersebar diberbagai wilayah kerja dipandang perlu diorganisir dengan baik, di data, dibina, diarahkan, karena mereka sesungguhnya merupakan pahlawan sampah tanpa tanda jasa, yang apabila dimanag dengan baik dalam bentuk “ lembaga pemberdayaan “ akan memberikan konstribusi yang effektif dalam mengumpulkan sampah, disamping sebagai pengais resiki, juga sekaligus berpropesi tenaga bantuan kebersihan. Pengumpul barang bekas yang dapat didaur ulang (recyle), dan memberi nilai ekonomi dan sekaligus lapangan usaha bagi warga yang kurang beruntung. Sistim dan prosedur yang dibangun antara pemerintah dan mitra lembaga ini, dipasilitasi (yang sekarang) oleh KLH “ dibentuk Bank Sampah dengan maksud memberikan motivasi dan kepastian usaha, serta upaya perbaikan kehidupan keluarga dimasa depan.Namun kebijakan ini  belum terlaksana dengan maksimal dimana pengelolaannya masih memerlukan kajian dan pendekatan.

8.      Resiko Sampah yang tidak dikelolah dengan baik,
Sampah sebagai sumber pencemar lingkungan   apabila tidak Dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak dampak yang riskan terhadap estetika sebuah kota, Dampak pencemaran air, tanah,bau busuk yang menjadikan tempat berkembangnya bibit penyakit menular, seperti penyakit Deman berdarah,penyakit nyamuk malaria, Resiko lain apabila terjadi penyumbatan saluran air (drainase), berpeluang banjir yang berdampak besar, komprehensif menyeluruh, terhadap kegiatan pemerintahan, ekonomi, social dan budaya.   Dan apabila kondisi ini melanda warga maka dapat dipastikan kerugian yang tidak terelakkan pasti terjadi,dan sangat besar nilainya, karena dapat menimbulkan malapetaka korban jiwa, merusak infra struktur yang dibangun, rusaknya fasilitas umum,atau tempat tempat wisata yang memiliki estetika, nilai ekonomi tinggi. Atau nilai budaya tinggi yang sulit menemukan/mengganti ekstensitasnya/ keberadaannya apabila rusak /hilang terbawah arus banjir ,erosi ataupun longsor.Kerugian lain bagi warga masyarakat tani dan nelayan, dimana padi disawah tidak sempat dipanen, atau ikan yang berada dikolom empang hanyut terbawah banjir, atau kerugian akibat longsor yang menutup bahu jalan yang menghubungkan daerah pedesaan dan antar kota, berapa kerugian ekonomi, kerugian waktu, kerugian materil dan non  materil tak terhitung sudah, dimana hasil pribumi, yang tak sempat dijual dipasar akibat busuk ditengah jalan, atau rasa trauma ,ketidak nyamanan yang menghantui setiap ada badai.

9.      Resiki pengolahan sampah,
Memang nilai hitung dari kalkulasi yang didapatkan dari mata pencaharian ini mungkin kurang sebanding dengan pekerjaan /usaha lainnya. Namun dapat dipastikan bahwa sesungguhnya pekerjaan apasaja apabila dikelola propesional akan menajadi peluang usaha yang menjanjikan.Lihat saja lapangan usaha /lapangan kerja bagi tenaga pemulung yang mengais sampah ekonomis di TPA,jumlahnya ratusan orang, dan berapa banyak tenaga tidak terdidik mencari rongsokan sampah disepanjang jalan, memungut sampah dari kumpulan tong sampah yang berserakan.
Selain itu sesungguhnya, sumber daya alam yang tidak ternilai “sampah” yang apabila dikelola propesional bisa mendatang hasil rupiah yang besar jumlahnya, sebut saja kegiatan “komposting”  namun sampah  organic, ini belum tersentuh maksimal, walaupun telah dipasilitasi oleh pemerintah kerjasama dengan pihak Bank Danamon peduli.baru sebatas sampah An-Organik, seperti plastic,kertas, botol, kaleng bekas dll.yang memerlukan sentuhan TTG, dalam bentuk daur ulang –Recyle. Dalam bentuk penangan pengolahan sampah (sebagaimana diatur dalam pasal 22 UU nomor 18 tahun 2008.)
10.  Penutup (Kesimpulan dan Saran)
a.      Pengelolaan persampahan perlu keseriusan pihak terkait, antara pemerintah dan seluruh elemen maasyarakat untuk sadar dan peduli memerangi sampah yang diduga akan menimbulkan “dampak sistimik” terhadap pembangunan dan lingkungan, dan kepentingan kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya.
b.      Untuk optimalnya pelaksanaan operasional persampahan perlu dipikirkan solusi, pendekatan pemberdayaan dengan membentuk pola kemitraan, dengan pertimbangan tenaga kerja yang dipekerjakan sekarang pada umumnya “tenaga kontrak “ yang membebani APBD setiap tahunnya.
c.       Perlu ditingkatkan peran “ Bank Sampah “ dengan menunjuk penanggung jawab pengelolah sampah, sehingga tidak lagi membebani manajemen pada sektor public.  Sehingga harapan kotaku bersih,sehat dan nyaman dapat terwujud.

11.  Kepustakaan
1.      Kementerian Lingkungan Hidup,2008, Undang Undang No.18 tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah
2.      Kementerian Lingkungan Hidup, (2009) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009, tentang Pengendalian dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
3.      Otto Soemarwoto,2004, Ekologi,Lingkungan Hidup, dan Pembangunan, Penerbit Jembatan, Jakarta.
4.      Moeljarto Tjokrowinoto, 2007, Pembangunan Dilema dan tantangan, Penerbit Pustaka Pelajar, Jakarta.
5.      Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo,2008, Laporan Pengelolaan Persampahan Kota Palopo, 2008-2009.

0 komentar:

Posting Komentar